Nilai Tambah Produk Impor

Isu bahwa produk Tiongkok membajiri Indonesia bukan merupakan isu yang baru muncul. Berbagai seminar dan forum diskusi sudah sering dilakukan beberapa tahun ini. Produk impor Tiongkok umumnya yang sering kita gunakan sehari-hari. Mulai dari mainan anak sampai dengan alat dapur maupun elektronik. Bukan berarti bangsa kita tak mampu membuat barang-barang itu, kalau kita buat di dalam negeri harganya akan lebih mahal dibanding impor langsung dari Tiongkok. Alhasil negara ini hanya menjadi pasar, dan importir yang mendapat untung. Pelarangan impor merupakan barang haram dalam perdagangan internasional karena merupakan proteksionisme dan tentunya akan mendapat protes jika argumen yang digunakan tak kuat-kuat amat. Sehingga, perlu dilakukan kebijakan dalam negeri agar impor pun memberikan nilai tambah. Bagaimana caranya yaitu dengan ketentuan produk impor dapat dijual di dalam negeri dengan cara importir diwajibkan melakukan pengemasan yang dilakukan di dalam negeri, sehingga efek ekonomi dalam negeri bertambah dan menambah kesempatan kerja, jika belum bisa bersaing untuk memproduksi minimal bisa bungkusnya. Jadi di kemasan tertulis “Made In China” dan “Packaged in Indonesia”.

Janji (Manis) Politik

Setiap menjelang pemilihan kepala daerah atau kepala Negara kita disuguhkan oleh beragam program-program yang isunya tidak jauh-jauh dari isu pendidikan, kesehatan dan kemiskinan. Mulai dari program sekolah gratis, pendidikan gratis sampai  bantuan sosial yang entah apa itu namanya baik dalam bentuk raskin atau uang tunai. Kalau kita ibaratkan Negara adalah sebuah keluarga maka itu tak jauh beda dengan janji seorang kepala keluarga terhadap istri dan anaknya. Seorang kepala keluarga tentunya memiliki penghasilan (penerimaan) yang nantinya akan dibelanjakan untuk keperluan keluarga. Jika seorang suami berpenghasilan Rp.5.000.000 tetapi menjanjikan ini itu kepada keluarga yang totalnya mencapai Rp. 7.000.000 tentunya sang istri akan bertanya “ yang 2jt uangnya dari mana?” dan tentunya sang suami harus dengan tegas bisa menjawab. Maka kritisnya sang istri tadi mestinya sama dilakukan oleh  masayarakat ketika seorang mencalonkan diri sebagai kepala Negara atau kepala daerah. Ketika ada yang menjanjikan saat kampanye sekolah gratis, masyarakat harus bertanya “ Uangnya dari mana Pak? Anggarannya dari mana?”. Bukan ingin memojokkan si Calon, tapi sebagai wujud kepedulian terhadap realita yang ada. Kalau kita berbicara masalah APBN maka sisi penerimaan Negara kita bersumber dari Pajak, PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak), dan pembiayaan (hutang). Nah dari sisi mana itu akan dioptimalkan, Pajakkah? PPN atau PPh? PPh OP atau PPh Badan? Caranya?. Pertanyaan-pertanyaan itu jelas akan membuat si calon berpikir keras. Sehingga akan menghasilkan pemimpin yang berkualitas.   

Sang Alkemis

Sang Alkemis – Paulo Coelho

PT. Gramedia Pustaka Utama

Harga : Rp. 45.000

Halaman : 213

Novel Karya Paulo Coelho ini diterbitkan pertama kali tahun 1988. Bercerita tentang seorang penggembala domba bernama Santiago yang berusaha mencari harta karun. Perjalanan jauh ditempuhnya dari Andalusia sampai ke Mesir, Afrika. Di Perjalanan dia bertemu dengan perempuan Gipsi, seorang lelaki yang mengaku dirinya sebagai seorang Raja, hingga seorang Alkemis. Semuanya menunjukkan jalan kepada Santiago untuk menuju harta karunnya. Novel inspiratif ini layak dibaca karena berisi nasehat-nasehat tentang kehidupan. Sosok Santiago yang teguh, sabar, selalu ingin belajar dan tidak mudah menyerah merupakan tokoh yang layak ditiru. Salah satu ungkapan yang selalu bagus untuk diingat ada dalam novel ini “ Ikuti Kata Hatimu”.

 

Gambar